KRISIS LOGISTIK TBC, ALARM SENYAP DARI WONOSOBO
TBC adalah penyakit menular yang membutuhkan penanganan cepat dan deteksi dini. Setiap keterlambatan dalam diagnosis bukan sekadar kehilangan angka capaian, melainkan memperbesar potensi penularan yang lebih luas.

KRISIS LOGISTIK TBC, ALARM SENYAP DARI WONOSOBO
Tuberkulosis (TBC) bukan sekadar catatan epidemiologis. Ia adalah kisah panjang tentang ketimpangan akses, keterbatasan sistem, dan ketangguhan akar rumput yang terus bergerak di tengah keterbatasan. Di Kabupaten Wonosobo, krisis logistik cartridge untuk alat Tes Cepat Molekuler (TCM) menjadi potret nyata dari tantangan itu. Namun masalah ini bukan semata karena stok habis, melainkan karena keterlambatan dalam proses pengadaan dan distribusi cartridge dari pusat ke daerah.Cartridge TCM adalah komponen utama dalam pemeriksaan dahak menggunakan alat TCM yang selama ini menjadi ujung tombak deteksi dini TBC. Sejak awal tahun 2025, pengadaan cartridge melalui skema Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebenarnya telah diajukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo sebanyak 11.000 unit. Namun hingga pertengahan Juni, distribusi ke daerah belum juga terealisasi karena proses pengadaan di tingkat nasional belum rampung, ditambah dengan keterbatasan stok yang harus dibagi ke seluruh provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.
Akibat keterlambatan ini, mesin TCM di banyak fasyankes berhenti beroperasi. Pemeriksaan pun harus kembali mengandalkan metode mikroskopis konvensional, metode lama yang memerlukan keahlian analis, waktu lebih panjang, serta memiliki sensitivitas yang jauh lebih rendah dibandingkan TCM. Kondisi semakin sulit karena tidak semua mikroskop dalam kondisi prima.
Dampaknya pun sangat terasa di lapangan. Kader dari Yayasan Mentari Sehat Indonesia (MSI), yang selama ini menjadi mitra strategis Fasyankes dalam menjangkau wilayah dengan risiko penularan tinggi, menghadapi keterbatasan dalam pengiriman sampel dahak. Jika sebelumnya mereka dapat mengirimkan belasan hingga puluhan sampel per hari, kini hanya 3–5 sampel yang dapat diproses. Situasi ini jelas menghambat upaya skrining aktif (Active Case Finding/ACF) yang menjadi tulang punggung penemuan kasus TBC secara dini.
Data Dinas Kesehatan Wonosobo per pertengahan Juni 2025 menunjukkan bahwa capaian skrining terhadap suspek TBC baru menyentuh 43% dari total target 11.716 orang. Ini lebih rendah dibanding capaian pada bulan yang sama tahun sebelumnya yang telah mencapai lebih dari 60%. Target penemuan kasus sebesar 2.411 pun baru terealisasi sebanyak 741 kasus. Angka-angka ini mencerminkan dampak langsung dari keterlambatan logistik terhadap performa program.
Upaya dari pemerintah daerah sejatinya tidak berhenti di situ. Pada pertengahan Juni, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan surat edaran terkait pengembangan pemanfaatan laboratorium PCR eks-COVID-19 sebagai alternatif deteksi TBC. Pendekatan ini dikenal sebagai Open PCR, dengan menggunakan kit reagen In Vitro Diagnosis (IVD) berbasis PCR. RSUD KRT. Setjonegoro Wonosobo diproyeksikan menjadi salah satu lokasi implementasi awal. Namun, seperti banyak inovasi, pelaksanaannya masih menunggu petunjuk teknis, kesiapan SDM, dan sarana pendukung lainnya.
Situasi ini seharusnya menjadi peringatan bahwa pengendalian TBC tidak cukup hanya mengandalkan komitmen program di atas kertas, tetapi memerlukan sistem logistik yang cepat, tanggap, dan berpihak pada urgensi lapangan. Para kader dan petugas kesehatan sudah bekerja di garis depan dengan segala keterbatasan. Namun, tanpa alat yang memadai, kerja mereka akan terus berada dalam bayang ketimpangan.
TBC adalah penyakit menular yang membutuhkan penanganan cepat dan deteksi dini. Setiap keterlambatan dalam diagnosis bukan sekadar kehilangan angka capaian, melainkan memperbesar potensi penularan yang lebih luas. Maka, di tengah situasi krisis ini, kita tidak hanya berbicara tentang pengadaan cartridge yang tertunda, tapi tentang bagaimana hak dasar atas kesehatan masyarakat juga ikut tergeser.
Oleh :Wening Tyas Suminar, S.Pd
Staf Program SSR Mentari Sehat Indonesia, Kabupaten Wonosobo
Ditulis 16 Juni 2025
What's Your Reaction?






