JAM KARET, KANKER KRONIS YANG SULIT DISEMBUHKAN

Tumben Mulai Tepat Waktu: Sebuah Kebanggaan yang Ironis

JAM KARET, KANKER KRONIS YANG SULIT DISEMBUHKAN

JAM KARET, KANKER KRONIS YANG SULIT DISEMBUHAKAN

Oleh : Mas Rudy

*Tumben Mulai Tepat Waktu: Sebuah Kebanggaan yang Ironis*

Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) Oktober 2024, “Tumben mulainya tepat waktu?”, sebuah pertanyaan retoris dilontarkan oleh salah seorang juri pada kala itu. Sesuai dengan _rundown_ kegiatan yang telah dirancang, mulai dari _check-in_ peserta, seremoni, hingga acara utama kompetisi semuanya dimulai sesuai pada waktu yang telah ditentukan. Seharusnya bukan hal aneh memang, tapi bagi kegiatan pemerintahan, ini merupakan sebuah kejadian luar biasa. Pasalnya imej pemerintahan yang hobi ngaret telah melekat cukup kuat sehingga sebuah ketepatan waktu, yang seharusnya merupakan kewajaran malah berubah menjadi keheranan.

Sebuah stereotip tidak menempel tanpa kebiasaan. Sebuah citra tidak tergambar tanpa perulangan. Sebuah pra-anggapan tidak terucap tanpa alasan. Artinya memang di mata masyarakat, sudah menjadi kebiasaan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan sering tidak dimulai sesuai undangan yang dikirimkan. Jangankan masyarakat, pegawai juga sering berangkat rapat telat karena tau pasti tidak akan dimulai sesuai agenda.

Lalu salah siapa? Budaya?

Sebagai seorang asli Jawa, saya dan mungkin beberapa anda familiar dengan pepatah, “Alon-alon asal kelakon” yang artinya biarpun pelan yang penting tetap terlaksana. Di satu sisi memang sebuah kebaikan karena daripada terburu-buru dan akhirnya menghasilkan sesuatu yang kurang optimal, lebih baik lambat namun bagus keluarannya. Tapi jika dimaknai salah, bisa jadi doktrin ini yang menghubah kita menjadi pribadi yang terlalu santai, kurang menghargai waktu dan tidak disiplin. Belum lagi ditumpuk dengan pepatah, “lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali”.

Pernah dengar? Di media paling tidak. Tahun 2017, sebuah perusahaan kereta api di Jepang secara resmi minta maaf karena kereta berangkat 20 detik lebih awal dari jadwal. Beberapa kasus lain juga bisa dilihat seperti Singapura, Korea Selatan, Amerika, Kanada dan beberapa dari Eropa termasuk Skandinavia. Simpulannya, semua negara maju pasti menghargai waktu.

Kembali ke topik inti.

Coba amati imbas dari ngaret pada forum resmi pemerintahan. Kegiatan yang harusnya sudah diperhitungkan bisa jadi berantakan gegara alasan “peserta belum lengkap” atau “menunggu hadir pimpinan”. Kegiatan molor, inti kegiatan tidak penuh tersampaikan, peserta tidak fokus karena sudah masuk jam makan siang atau gelisah karena sudah jam pulang. Akhirnya poin-poin penting yang jadi bahasan utama atau bahan diskusi pertanyaan kadang diabaikan. Tak heran jika berulang kali mengumpulkan orang membahas itu-itu saja.

Memang kita sadari tidak semua keterlambatan dapat dihindari. Terlambat karena musibah atau kejadian tiba-tiba tentu bukan hal yang bisa disalahkan. Manusia bisa merencanakan tapi kembali takdir yang memutuskan. Namun alasan seperti macet atau lokasi yang jauh harusnya sudah bisa diperhitungkan. Terlambat karena sesuatu yang harusnya bisa dikalkulasikan mestinya tidak boleh dijadikan pemakluman.

Sesuatu yang menjadi kebiasaan memang susah dihilangkan. Apalagi jika yang disebut budaya ngaret ini dibiarkan tanpa diberikan sanksi, misal “ditinggalkan”. Toh semua orang bisa tepat waktu jika diancam tiket hangus dan uang tidak dapat dikembalikan. Apakah ada kejadian pesawat delay hanya karena menunggu penumpang?

Dari sini kita belajar, pada dasarnya bisa juga kita menerapkan konsekuensi serupa pada kegiatan pemerintahan. Bisa juga kegiatan tetap dimulai tepat waktu, biarkan saja yang terlambat yang menyesuaikan. Baru jika pimpinan yang terlambat, susunan kegiatan sedikit diubah tanpa mengacaukan jadwal secara keseluruhan. Meski tidak semua tempat dan waktu bisa diterapkan, paling tidak jika sedikit dijadikan kebiasaan, yang lain pasti akan menyesuaikan.

Namun memang jika budaya ini tetap tidak dapat diubah, paling tidak mari kita mulai dari diri sendiri. Membiasakan disiplin kecil menghadiri kegiatan sesuai agenda yang ditentukan. Memberikan penghargaan serta rasa terima kasih atas undangan yang disampaikan.

Semoga, sedikit demi sedikit, budaya ini bisa dikikis dan hilang dari citra pemerintahan. Dan secara lebih luas bagi seluruh Indonesia. Tidak lagi muncul pertanyaan ironis atas ketidakdisiplinan yang sudah menjadi kebiasaan.

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0