SIAPA PEDULI "WONG TANI"?

Perubahan iklim tidak bisa ditolak, jikapun bisa diperbaiki memakan waktu yang cukup lama. Selain perubahan iklim masih terdapat sederet permasalahan pada sektor pertanian. Jika hari krida pertanian saja tidak diperingati, lalu siapa lagi yang peduli dengan kondisi melemahnya para petani?

SIAPA PEDULI "WONG TANI"?

SIAPA PEDULI "WONG TANI" ?

Oleh : Satriyatmo


Tanggal 21 Juni adalah Hari Krida Pertanian, banyak diantara kita yang tidak tahu tentang hal itu. Di sisi lain Indonesia sering disebut sebagai negara agraris, sebab potensi pertanian yang sangat melimpah di negara ini. Maka sangatlah wajar jika terdapat sebuah hari sebagai penghargaan terhadap warga negara yang bekerja di sektor pertanian. Dari sektor usaha pertanian masih memberikan kontribusi cukup besar terhadap pendapatan produk domestik bruto (PDB). Sektor usaha pertanian dalam beberapa tahun belakangan menjadi penyumbang PDB terbesar nomor 3 setelah sektor usaha industri dan pertambangan. Meskipun demikian profesi petani tidak menjadi hal yang menarik. Kalangan anak muda sangat jarang yang bercita-cita menjadi petani. Kalaupun akhirnya mereka menjadi petani maka hal itu bukanlah yang mereka cita-citakan sebelumnya. Profesi petani adalah ibarat pelarian terakhir dari pada tidak memiliki penghidupan.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Sebab utamanya adalah karena profesi petani tidaklah menjanjikan secara ekonomi. Pekerjaannya berat hasilnya sedikit, bahkan karena petani menempati ruang benak yang paling pinggir maka muncullah pikiran bahwa petani bukanlah sebuah profesi. Sungguh ironis. 
Kadang menurunnya pendapatan dari sektor pertanian mengkambinghitamkan perubahan iklim. Memang betul ada hubungan produktifitas pertanian dengan iklim. Dahulu kala cuaca masih konsisten terhadap pranata mangsa, yaitu konsistensi musim yang secara periodik dapat diperhitungkan. Sebagai contoh, tanggal 21 Juni diperingati sebagai hari krida pertanian karena tanggal 21 Juni dalam pranata mangsa artinya akan masuk ke mangsa kasa atau musim kesatu. Itu juga artinya musim penghujan akan segera berlalu. Waktunya para petani menikmati hasil panen tanaman utama dan beraktifitas lainnya selama musim kemarau. Musim kesatu ini ditandai dengan dedaunan mulai berguguran, telur belalang menetas, petani bersiap diri untuk menanam tanaman palawija yang tahan dengan kondisi sedikit air. Namun perhitungan itu kadangkala diporak-porandakan salah satunya oleh fenomena lanina ataupun elnino. Kedua fenomena tersebut akibat dari perubahan iklim, hal itu kadang menyebabkan udan salah mangsa (hujan salah musim) namun juga dapat mengakibatkan ketiga dawa (kemarau panjang). Tentu kondisi cuaca yang tidak menentu tersebut sangat berpengaruh terhadap produktifitas sektor pertanian. 
Selain perubahan iklam hal lain yang menjadikan profesi pertanian kurang diminati diantaranya adalah ketergantungan kepada pupuk kimia dan sulit didapatkan, fluktuasi harga komuditas, tehnologi rendah, kebijakan impor komoditas pertanian dan lahan yang semakin berkurang baik produktifitasnya maupun luasan lahannya. Permasalahan pupuk adalah dari produksi yang dirasa masih kurang, sebab sering terjadi kelangkaan. Namun bisa jadi juga masalah distribusi pupuk yang kadang disalahgunakan peruntukannya, misalnya kuota pupuk untuk tanaman pangan dibajak untuk tanaman perkebunan, dan masalah distribusi lainnya. Sedangkan fluktuasi harga bukan saja akibat dari musim tanam komoditas. Sering juga diakibatkan karena tidak adanya pengaturan luasan tanam untuk komoditas tertentu. Kecenderungan petani menanam satu komoditas diwaktu yang bersamaan mestinya ada pengaturan. Sebab jika "semua" petani menanam komoditas yang sama dalam waktu yang bersamaan pula maka yang akan terjadi adalah over produksi, harga murah, petani tidak dapat menutup biaya produksi, akhirnya tekor. Selain itu petani Indonesia adalah petani tradisonal. Mulai dari metode maupun peralatannya belum modern sehingga produktifitasnya masih cukup rendah. Hal ini juga diperparah dengan semakin berkurangnya lahan pertanian untuk kepentingan "pembangunan". Kesemuanya itu belum cukup, kebijakan impor yang kurang bijaksana acapkali menjadi pelengkap penderitaan para petani. 
Perubahan iklim tidak bisa ditolak, jikapun bisa diperbaiki memakan waktu yang cukup lama. Selain perubahan iklim masih terdapat sederet permasalahan pada sektor pertanian. Jika hari krida pertanian saja tidak diperingati, lalu siapa lagi yang peduli dengan kondisi melemahnya para petani? (mo)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0