MELURUHNYA CINTA PERTAMA SABRINA

Tepat pukul 16.50 WIB, Sabrina diberitahu bahwa ia kehilangan cinta pertamanya. Kabar yang membuat Sabrina tidak bisa berfikir lain, kecuali langsung memesan tiket travel untuk pulang.

MELURUHNYA CINTA PERTAMA SABRINA

MELURUHNYA CINTA PERTAMA SABRINA

Oleh : Trias K
Pagi itu seorang perempuan bersiap untuk menjalani hari, beberapa kali mematutkan jilbab dan baju seragamnya seperti hari-hari biasanya. Sabrina, seorang perempuan yang tinggal jauh dari keluarganya, merantau demi sebuah pekerjaan. Seperti hari-hari sebelumnya, Sabrina bertegur sapa di grup WhatsApp keluarga, memberi kabar ke orangtuanya bahwa ia akan berangkat bekerja. Hari itu, grup WhatsApp keluarganya tidak begitu ramai seperti biasanya, hanya berisikan saling mengingatkan untuk beribadah di sela-sela kesibukan. Tidak ada yang spesial di hari itu. Sebelum akhirnya pukul 15.35 WIB, ia mendapatkan telpon “Kamu bisa pulang gak? Bapak jatuh”. Kabar yang membuat Sabrina tidak bisa berfikir lain, kecuali langsung memesan tiket travel untuk pulang. Saat itu, Sabrina tidak peduli lagi dengan urusan pekerjaannya. Ia ingin segera pulang. Sabrina menghubungi teman terdekatnya, meminta agar ke rumahnya untuk memastikan kondisi keluarganya. 
Tepat pukul 16.50 WIB, Sabrina diberitahu bahwa ia kehilangan cinta pertamanya. Sabrina tidak pernah menyangka, hari yang tidak spesial itu menjadi hari yang cukup buruk baginya. Cinta pertamanya yang selama ini ia jaga dan sayangi begitu cepat meninggalkannya. Bahkan tanpa aba-aba, tanpa permisi, dan tanpa pamit. Bapaknya pergi tujuh hari setelah hari kelahiran Sabrina, kado ulang tahun yang sangat ia benci. Sabrina sangat ingat memori terakhir bersama cinta pertamanya pada hari ketiga setelah hari ulang tahunnya, duduk berdua di depan kolam ikan, berdiskusi cukup panjang, menyusun beberapa rencana hidup dan tentu ada negosiasi antara keduanya. 
Selama ini, Sabrina dan cinta pertamanya bukan hanya seperti orangtua dan anak semata, namun lebih dari itu mereka bersahabat, selayaknya kawan pun mereka sering berdebat, berdiskusi dan selalu bernegosiasi. Kehilangan cinta pertamanya membuat Sabrina merasa dunianya runtuh. Hari itu, Sabrina merasa Tuhan tidak adil, tidak diberi waktu terakhir bersama cinta pertamanya. Perempuan yang sangat terbuka hanya dengan cinta pertamanya pun kini menjadi lebih tertutup, memendam apapun yang ada di pikirannya. Ia pikir semuanya hanya dapat dibicarakan dengan cinta pertamanya. Baginya, kehilangan bukanlah hal yang mudah dilupakan atau diikhlaskan. Semua butuh proses dan waktu untuk benar-benar merasakan keikhlasan. Karena pada akhirnya, cinta pertamanya tidak layak untuk dilupakan. 
Kala itu Sabrina tidak peduli dengan hidupnya, ia bahkan meneguk kopi americano 1 liter hanya dengan waktu sehari. Tidak peduli dengan kesehatan lambungnya. Pahitnya kopi tidak ia rasakan lagi, bahkan menyalahkan dirinya sendiri karena merasa kurang memberikan waktu untuk banyak berdiskusi dengan cinta pertamanya. Selalu ada pengandaian di pikirannya, “Andai saja aku bisa lebih lama dengannya", "Andai saja aku ada disampingnya saat ia jatuh" , "Andai saja aku mewujudkan harapannya tanpa negosiasi", "Andai saja ia hidup lebih lama”, pikirannya penuh dengan pengandaian. Tidak jarang ia duduk di depan kolam ikan, mengenang moment terakhir, baginya itu sangat bermakna. Duduk berdiam diri, mengenang moment yang tidak akan terulang, moment dimana Sabrina dan cinta pertamanya itu berdiskusi cukup serius dan hanya mereka berdua yang memahami diskusi itu. Sabrina membicarakan kehidupnya dan cinta pertamanya mengajarkan bagaimana untuk mengambil keputusan dalam hidup. 
Sabrina, si perempuan yang dulunya ceria dan manja, kini berubah menjadi perempuan yang lebih tegar dalam keluarganya. Ia menjadi perempuan yang pemikirannya cukup logis, tidak jarang mengambil peran pengambil keputusan di keluarganya. Mungkin karakter itu terbentuk karena selalu berdiskusi dengan cinta pertamanya. Sabrina, si perempuan yang merasa bahwa cinta pertamanya selalu ada bersamanya, ia percaya cinta pertamanya selalu menemani langkahnya. Itu pula yang membuat Sabrina mencoba bangkit, berupaya mewujudkan harapan cinta pertamanya yang sempat tertunda. Ambisi Sabrina yang pernah padam pun membara kembali. Ia ingin menuntaskan harapan cinta pertamanya. Di pundaknya kini banyak harapan cinta pertamanya yang ingin segera ia tuntaskan. Setiap minggu, Sabrina mengunjungi rumah baru cinta pertamanya. Ia tidak lupa untuk selalu mendoakan cinta pertamanya pun sejenak matanya terpejam, bibirnya bergerak tanpa suara, bukan hanya doa, ia tetap bercerita dengan cinta pertamanya. Ia menceritakan kehidupannya, meski tanpa balasan dan tanpa diskusi seperti dulu, tapi ia merasakan kelegaan telah berbagi cerita. Tidak jarang, air mata selalu memenuhi wajah Sabrina.
Beberapa bulan setelahnya, Sabrina bertemu dengan seorang "bapak" yang usianya tidak jauh dengan cinta pertamanya, Abi. Entah apa yang ada di pikiran Sabrina, ia menceritakan kisah hidupnya ke Abi. Sejak itu, Sabrina menganggap Abi adalah bapak asuhnya, pola pikir cinta pertamanya itu ia temukan di diri Abi. Tidak jarang Abi memberikan petuah untuk Sabrina dalam memenangkan ambisinya, mewujudkan harapan cinta pertamanya. Kalimat yang sering Sabrina dengar dari cinta pertamanya pun Abi telah ucapkan padanya “Sabar, satu per satu, semua ada waktunya. Rencana Allah pasti yang terbaik”. Kalimat yang selalu Sabrina ingat, si perempuan rapuh yang mencoba bangkit demi cinta pertamanya. (mo) 

What's Your Reaction?

like
3
dislike
0
love
10
funny
0
angry
0
sad
3
wow
0