HUTAN BUKAN HANYA SEKUMPULAN POHON
HUTAN BUKAN HANYA SEKUMPULAN POHON
Hutan sering disederhanakan sebagai hamparan pepohonan yang berdiri rapat. Sesungguhnya hutan jauh lebih kompleks dari sekedar tanaman kayu yang terlihat oleh mata telanjang . Hutan adalah sistem ekologi yang terdiri dari jutaan kehidupan dari mikroorganisme, jamur, serangga, burung, mamalia, hingga jaringan akar dan tanah yang saling berinteraksi dalam sebuah ekosistem. Oleh sebab itu, memahami hutan hanya sebagai “kumpulan pohon” adalah kesalahan besar yang kerap melahirkan sesat pikir sehingga kebijakan dan tindakan yang dilakukan pun jauh dari semangat konservasi.
Tindakan manusia dan kebijakan penguasa sering bertolak belakang dengan prinsip ekologi. Ekspansi perkebunan monokultur dan pembangunan infrastruktur menjadi contohnya. Lahan hutan dibabat habis untuk ditanami satu jenis tanaman dalam skala luas. Sementara itu lahan dengan vegetasi monokultur tidak bisa menggantikan fungsi ekologis hutan. Ia miskin keanekaragaman hayati, membuat tanah cepat rusak, dan menciptakan ruang yang rentan terhadap penyakit serta perubahan iklim. Dalam jangka pendek, monokultur berupa perkebunan dan pembangunan infrastruktur memang menguntungkan secara ekonomi, tetapi dalam jangka panjang ia mengorbankan stabilitas lingkungan yang jauh lebih vital sehingga bisa berakibat fatal.
Kerusakan bisa jadi terbayar mahal. Banjir besar yang melanda beberapa tempat di wilayah Sumatera beberapa waktu yang lalu bukanlah peristiwa kebetulan semata. Ketika hutan hilang, kemampuan tanah menyerap air berkurang drastis. Sistem akar yang biasanya menahan erosi menghilang. Sungai kehilangan penyangga alaminya. Akibatnya, curah hujan ekstrem yang seharusnya bisa diredam oleh hutan justru berubah menjadi limpasan air yang tak terkendali, membawa lumpur, batu, bahkan merusak permukiman dan infrastruktur. Bencana ini adalah peringatan keras bahwa alam memiliki batas toleransi terhadap ulah manusia.
Melihat hutan sekadar sebagai komoditas membuat kita lupa bahwa jutaan kehidupan di dalamnya membentuk pertahanan alamiah yang melindungi manusia dari bencana. Hilangnya satu pohon mungkin terlihat kecil, tetapi hilangnya ekosistem hutan berarti runtuhnya sebuah sistem yang telah bekerja selama ratusan tahun. Bila keserakahan terus menjadi motor kebijakan penggunaan lahan, maka kejadian seperti banjir dan longsor akan semakin sering menjadi kenyataan pahit. Apalagi jika tutupan lahan berupa bangunan gedung yang rapat tanpa resapan air ke dalam tanah. Hal ini tentu lebih berbahaya terhadap ancaman ekologi.
Karena itu, perlindungan alam harus dipandang sebagai upaya menjaga kehidupan, bukan sekadar upaya kosmetik menanam bibit pohon berdaun hijau. Sudah saatnya menghentikan ekspansi monokultur dan pembangunan infrastruktur terutama di wilayah sensitif. Bila cara pandang ini belum berubah maka kita tidak dapat menata ulang hubungan manusia dengan alam secara lebih adil dan lestari. Sebaliknya kemurkaan alam akan tetap selalu menghantui.
What's Your Reaction?